Sahabat kami mengirim sebuah email pendek meminta referensi tentang metode penemuan. Hmmmm… ada sedikit, namun rasanya bukan langsung membidik kepada metode penemuan itu, namun membawa sahabat untuk memahami konsep metode penemuan dalam kaitannya dengan konsep berpikir kritis. Referensi ini saya dapat dari kawan-kawan kampus termasuk istri saya tercinta Laely Rohmatin Apriliani yang baru saja melangsungkan sidang ujian skripsinya. Congratulations my honey….
Silahkan baca artikel kami.
Referensi
- Pott, B. (1994). Strategies for Teaching Critical Thinking. Practical Asessment, Research & Evaluation, 4 (3).
- Ruseffendi, E.T. (1988). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pendidikan Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.
- Dahar, R.W. (1988). Teori-teori Belajar. Jakarta: Departemen P dan K Direktorat Jendral Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
- Ernest, P (1991). The Philosophy of Mathematics Education. London: The Falmer Press.
- Dreyfus, T. (1991). Advanced Mathematical Thinking Processes. Dalam David Tall (editor). Advanced Mathematical Thinking. London : Kluwer Academic Publiser.
- Quirk, B. The NCTM Calls it "Learning Math" Chapter 4 of Understanding the Original NCTM Standards. Tersedia: http:// www.wgquirk.com/chap4. html.
- Castronova, J. A. (2002). Discovery Learning for the 21st Century: What is it and how does it compare to traditional learning in the 21st Century. Tersedia: http://chiron.valdosta.edu/ are/Litreviews/vol1no1/castronova_litr . pdf.
ARTIKEL LENGKAP
Dalam kegiatan belajar-mengajar dosen memegang peranan kunci dalam usaha pengembangan kemampuan berpikir kritis. Untuk itu dosen perlu memahami strategi pembelajaran atau pendekatan-pendekatan pembelajaran yang tepat agar mahasiswa mampu berpikir kritis dan mendorong mahasiswa agar berpikir kritis. Pott (1994) menyatakan ada tiga strategi spesifik untuk pembelajaran kemampuan berpikir kritis, yakni membangun kategori, menentukan masalah, dan menciptakan lingkungan yang mendukung.
Kategori dibangun berdasarkan konsep yang ingin disampaikan dosen dalam pembelajaran. Strategi membangun kategori merupakan penalaran induktif yang membantu mahasiswa mengkategorikan informasi dengan penemuan aturan dibandingkan hanya dengan mengingat. Melalui pengamatan sifat-sifat bersama yang dimiliki dan sifat-sifat yang tidak dimiliki mahasiswa membangun pemahaman suatu konsep. Pembelajaran aktif seperti itu menghasilkan pemahaman konsep yang baik dan bertahan lama dan lebih memungkinkan untuk mengaitkan materi dibandingkan dengan metode pengajaran langsung.
Untuk mencapai suatu pemahaman konsep, identifikasi masalah dapat membantu menciptakan suasana berpikir bagi peserta didik. Keberhasilan dalam pembelajaran ini ditentukan pula oleh terciptanya keadaan pada saat proses pembelajaran yang menyenangkan.
Strategi yang ketiga menurut Pott (1994) adalah menciptakan lingkungan yang mendukung. Berpikir kritis dalam kelas difasilitasi oleh lingkungan fisik dan intelektual yang mendorong semangat untuk menemukan. Salah satu lingkungan fisik yang mendukung berpikir kritis dalam kelas adalah susunan tempat duduk mahasiswa. Bila tempat duduk mahasiswa disusun sedemikian sehingga mahasiswa dapat saling berinteraksi dengan mahasiswa yang lain dan dengan dosen ini membantu mahasiswa untuk berpikir kritis.
Lingkungan intelektual yang mendorong mahasiswa untuk menemukan dapat diciptakan melalui pembelajaran penemuan. Metode penemuan merupakan teknik pengajaran yang dalam pelaksanaannya mahasiswa diarahkan untuk menemukan informasi dari bahan ajar yang dipelajarinya. Pembelajaran dengan penemuan merupakan pembelajaran yang memberikan kesempatan mahasiswa untuk aktif.
Menurut Ruseffendi (1988) metode penemuan adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan: sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dengan demikian dalam pembelajaran dengan penemuan, mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan dari pengalamannya menyelesaikan masalah bukan melalui transmisi dari dosen.
Salah satu tujuan pembelajaran penemuan adalah agar mahasiswa memiliki kemampuan berpikir kritis. Hal ini disebabkan mahasiswa melakukan aktivitas mental sebelum materi yang dipelajari dapat dipahami. Aktivitas mental tersebut misalnya menganalisis, mengklasifikasi, membuat dugaan, menarik kesimpulan, menggeneralisasi dan memanipulasi informasi. Bruner (Dahar, 1988) menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik.
Ruseffendi (1988) menyatakan belajar penemuan itu penting, sebab matematika adalah bahasa yang abstrak : konsep dan lain-lainnya itu akan lebih melekat bila melalui penemuan dan dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. Menurut Ernest (1991) bahwa belajar matematika adalah pertama dan paling utama adalah aktif, dengan siswa belajar melalui permainan, kegiatan, penyelidikan, proyek, diskusi, eksplorasi, dan penemuan.
Dreyfus (1991) menegaskan bahwa penemuan, intuisi, dan memeriksa kembali (mengecek) adalah hanya permulaan dari serangkaian proses matematika, tujuaannya tetap memahami hubungan yang abstrak. Oleh karena itu aktivitas mahasiswa harus dari penemuan, intuisi dan memeriksa kembali (mengecek) menuju proses-proses yang lebih formal seperti mendefinisikan dan membuktikan.
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam mengajar matematika, dosen tidak perlu menjejalkan seluruh informasi kepada mahasiswa. Dosen perlu membimbing suasana belajar mahasiswa sehingga mencerminkan proses penemuan bagi mahasiswa. Materi yang disajikan kepada mahasiswa bentuk akhirnya atau cara mencarinya tidak diberitahukan. Mahasiswa diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan informasi dari bahan ajar yang dipelajari, dosen hanya sebagai fasilitator saja.
Belajar melalui penemuan berpusatkan pada mahasiswa. Belajar menemukan, menyebabkan mahasiswa berkembang potensi intelektualnya. Dengan menemukan hubungan dan keteraturan dari materi yang sedang dipelajari, mahasiswa menjadi lebih mudah mengerti struktur materi yang dipelajari. Mahasiswa lebih mudah mengingat konsep, struktur atau rumus yang telah ditemukan.
Dahar (1988) menyatakan beberapa keuntungan belajar menemukan yaitu
- pengetahuan bertahan lama atau lebih mudah ingat.
- hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik dengan kata lain konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru.
- Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas.
Melihat kelemahan belajar penemuan, maka diperlukan kombinasi dalam pembelajarannya, yaitu dosen tidak sepenuhnya melepas mahasiswa untuk menemukan konsep, prosedur dan prinsip sendiri melainkan dapat berkolaborasi dengan teman. Untuk memperkecil (mengurangi) kelemahan-kelemahan tersebut maka diperlukan bantuan dosen. Quirk (1989) menyatakan bahwa guru matematika yang baik membantu siswanya menemukan matematika.
Biknell-Holmes dan Hoffman (Castronova, 2002: 2) menjelaskan tiga ciri utama belajar menemukan
- Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan.
- Berpusat pada mahasiswa.
- Kegiatannya untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengatahuan yang sudah ada.
Untuk sampai kepada konsep yang harus ditemukan, sangat tergantung kepada pengetahuan siap mahasiswa dan pengetahuan baru mahasiswa yang baru saja diperolehnya. Oleh karena itu metode penemuan yang diterapkan dalam proses pembelajaran adalah metode penemuan terbimbing dan dibawakan melalui bekerja dalam kelompok. Dengan kata lain metode penemuan terbimbing dengan setting belajar kooperatif.
4 comments:
1. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan.
2. Berpusat pada mahasiswa.
3. Kegiatannya untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengatahuan yang sudah ada.
Pada artikel pakde nih ya sekedar uneg uneg ,dari sebuah riset terlepas pada benar tidaknya, pakde tetapi ini realnya di dalam dunia pendidikan kita justru para pendidik banyak yang terpaku pada satu hal dalam pendidikan hanya sepersekian persen jiwa pendidik di ibu pertiwi ini paham dengan makna pahlawan tanpa tanda jasa yg di sematkan pada mereka kaum pendidik.selebihnya mereka mendidik karena sebuah pekerjaan pintar ngga pintar muridnya opo jare.....apakah begitu pak de'??
Hmmm...
Bahkan program sertifikasi guru dan dosen yang sedang berlangsung, rasanya hanya percuma saja. Memang benar, ada sebagian oknum guru dan dosen yang acuh terhadap kemampuan muridnya setelah di belajarkan. Namun rasanya tetap masih ada saja yang mau berkorban waktu dan ilmu untuk muridnya, seperti guru saya. Pak Chotim di UNNES, Bu Nunung di SMU 3 Semarang. Mereka adalah GURU-GURU SUPER saya, dan mestinya menurut saya, merekalah yang layak untuk mendapat penghormatan dari pemerintah. BUKAN KRECE-KRECE PENGHARAP RUPIAH saja.
Thank's atas komentnya sobat.
info sangat menarik pakde, salam kenal.. semoga sukses selalu
info ternak
wah mantap pakde, lanjutkan,,,
Botanix
Post a Comment